Secarik Surat Untuk Pertiwi, Kumpulan Puisi Karya Firman Fadilah - KBM Soloraya

Breaking

Hadir Untuk Menginpirasi Anda

Secarik Surat Untuk Pertiwi, Kumpulan Puisi Karya Firman Fadilah

SECARIK SURAT UNTUK PERTIWI

Tiwi,
indah liuk artistik tubuhmu mampu memukau netraku
Vibrolis kehangatan kasihmu mampu merajam laraku
Kau sentuh setiap inci yang tumbuh di kulitku dengan tangan lembutmu
yang membuat seluruh peradaban iri
seolah-olah kitalah yang paling mujur dalam perhelatan ini

Tiwi,
rengkuh bentang tanganmu melindungi khazanah perbendaharaan yang tak terkira
Sajak-sajak terlantun dari simfoni semburat hijau-hijau katulistiwa

Tiwi,
malam itu aku teringat
Di bawah indurasmi aku mendengar kabar sungkawa yang menyayat retislayaku
tanpa aku, kau dan juga kita sadari; para pemujamu seketika bergelempangan di sudut-sudut kota
di rumah sakit, di jalan raya; tanpa pertanda
Nafas sesak tersumpal oleh virus-virus yang entah; kita tak menginginkannya
Aku, kau dan juga kita diteror dalam keramaian
Lantas gemuruh isak tangis menghujami seisi bumi
Aku merasakan sakitnya, Tiwi
Karena tubuhmu sejatinya adalah tubuhku


Tiwi,
kini kau terkapar bak ikan-ikan yang tersangkut kail kedurjanaan
Kau menanggung seluruh sakitnya, Tiwi
atas kecerobohan tangan-tangan yang telah mengeruk habis adiratnamu

Tiwi,
Tuhan telah meringkuk karismamu
sebagai ganjaran atas petala dosa; menembus cakrawala
Aku berduka, Tiwi
Tak akan pernah terulang kisah duka ini
Akan segera kubawa senyummu kembali
serta baskara untuk menyinari garis katulistiwa ini

Tanggamus, 01 April 2020

JERITAN KAUM PROLETARIAT
Rancangan telah lama bersemayam di atas nirwana
Terangkai sebegitu apiknya; berbaur dengan nebula rasi rasa
Sajak-sajak lubuk terastu bernas Bermuda
Ekstensif terhampar merata tanpa lakuna bak Samudera Hindia
Doa dilayangkan, ikhtiar diimplementasikan
Namun sayang seribu sayang angan tersekat oleh oknum berkedok bebantu
Menguras kantong hingga kering kerontang tanpa pengejawantahan
Nasib oh nasib
Beginikah akhir pilu sekumpulan proletariat yang menghendaki metamorfosa?
Kejahiliahan yang kami benci terjebak oleh depresi ekonomi tanpa budi
dan dijadikanlah alat untuk bebunuh cita saudari
Terkekeh-kekehlah mereka mencedok peluh kita dan juga angan yang kini memuar bersama debu
Kini samudera terpentang tanpa gelombang
Tenang bersama angan akan angin yang menghemapas layar terkembang
Sirnalah semua bak jelaga hitam yang terkuras oleh ketamakan

Tanggamus, 04  April 2020
http://blog.djarumbeasiswaplus.org

SEKOKOH LIDI
Aku selalu mengimpikan hidup bagai lidi
jika satu patah
maka seratus gagah

Bersama dalam ikatan menyapu ketidakadilan,
kesedihan dan penderitaan di bumi pertiwi

Kita harus bangkit
walau cita-cita akan keadilan adalah muskil dan telah mengusang
berserak pada jalan-jalan dan bermuara pada madah sunyi

Terkadang kita menangis di tengah jerit yang menyeruak seisi angkasa
menganak sungai airmata menanti Dewi Themis menghukum para pendusta

Kita masih percaya akan sayap-sayap yang membentang
menggantungkan lima pilar yang mengejawantahkan masa depan
Tak akan pernah ada ketidakadilan yang terulang
selama kita tetap teguh bergandeng tangan

Angan kita masih hangat tertulis dibawah pendar arunita
luas dan selebar bentangan katulistiwa
seputih dan semerah Sang Saka

Tanggamus, 19 Mar. 2020

NURANI BERKATA
Tak cukupkah mala itu, rudita itu, lara itu
Tangis yang menyeruak gugusan gemintang
Juga porak-poranda yang bertaut-taut; memenjarakan cita
Namun jiwa-jiwa dan hati bersekongkol untuk membisu
Acuh pada rintih yang gemerisik bak serangga malam
Berdentuman hingga menulikan nurani
Tunggu apa lagi?
Derita ini, porak-poranda ini, tangis ini
Belum cukup, kah?
Untuk sekadar menyayat empati hingga mengalir darah-darah kasih
Kita terlena oleh waktu dan dipermainkannya
Hingga pada saatnya Tuhan menghentikannya
Dan kita hanya memohon pada tangis dan sesal

Tanggamus, 13 April 2020

TANGIS YANG TAK BERPENGHARAPAN
Arunita menyapa di ufuk timur semesta
Burung-burung bernyanyi riang menyambut pagi
Setitik embun yang jatuh menyapa kaki tanpa alas
Melangkah, menjemput karunia

Jalan-jalan di penuhi lumpur
Batu-batu terlepas, menggelinding dari tempatnya
Jembatan bergoyang, rapuh dan menjamur
Namun tiada alasan untuk tetap diam dan tersungkur

Burung-burung seolah mengejek
Manusia yang angkara, angkuh dan tamak
Properti yang di tumpuk dari balik kursi kekuasaan
Menghambat kemajuan juga harapan

Lantas kita bisa apa?
Menangis, marah, sumpah serapah, mengolok-olok
Tidak, itu tidak ada gunanya kawan
Tangis kita tak berpengharapan

Marah kita telah beku tak sudah
Jangankan sumpah, suara kita saja tak di dengar
Memberontak? Kita hanya akan dianggap makar
Kita hanya bisa berdoa dan yakin bahwa nantinya cita kita akan indah merekah

Tanggamus, 11 April 2020


Biodata penulis

Firman Fadilah, mahasiswa pecinta sajak. Karya-karyanya banyak dimuat dalam antologi puisi. Salah satunya dalam antologi puisi Potret Kehidupan (2020).

Alamat: Pedukuhan Sinar Pabean, Desa Sumberejo, Ke. Sumberejo, Kab. Tanggamus, Lampung. 35374.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar