Membudayakan Agama atau Mengagamakan Budaya? (Resensi Buku ARUNDAYA) - KBM Soloraya

Breaking

Hadir Untuk Menginpirasi Anda

Membudayakan Agama atau Mengagamakan Budaya? (Resensi Buku ARUNDAYA)






ARUNDAYA - di Masjid Kuserahkan Cintaku
Pengarang: Danang Febriansyah
Penerbit: Dio Media
Kota Penerbit: Sukoharjo
Tahun Terbit: Juni 2019
Jumlah Halaman: 274
ISBN: 978-623-90401-6-1
Harga: Rp 78.000,00 (P. Jawa)

Novel Arundaya karya Danang Febriansyah merupakan novel religi. Novel ini mencerminkan kondisi masyarakat sekarang ini yaitu antara membudayakan agama atau mengagamakan budaya. Dengan membaca Novel Arundaya sampai selesai pembaca akan memahami dan menemukan jawabannya. Namun, novel ini tidak melulu membahas membudayakan agama atau mengagamakan budaya, perjuangan Arun dan Mbah Darma merupakan tema utama. Ditambah konflik batin Arun terhadap Astami, teman kecilnya, yang sudah menjadi istri orang, semakin menambah rasa penasaran bagaimana cerita ini akan berakhir. Penulis berhasil membuat pembaca terus menyelesaikan cerita sampai selesai. Plot maju digunakan dalam novel ini.

Novel ini diawali dengan tokoh utama, Arun, pulang ke kampung halaman setelah enam tahun merantau - bersekolah di Pondok Pesantren Al Hilal di kota. Melihat kondisi masjid yang sangat sepi, naluri Arun terpanggil untuk meramaikan Masjid Bil Haq, masjid kebanggaan desa Singandelik. Bersama Mbah Darma, Arun menghidupkan masjid tersebut dengan jalan yang tidak gampang. Konflik dimulai saat Arun mendapatkan tawaran kembali ke kota untuk mengabdi di pondok pesantren dan membantu salah satu gurunya menjaga toko obat herbal. Saat yang bersamaan Arun juga akan dijodohkan dengan seorang santriwati. Arun dalam persimpangan mengabdi: mengabdi untuk almamaternya dan kampungnya. Akhirnya, Arun memutuskan untuk mengabdi kepada desanya. Dia memperbaiki kondisi masyarakat yang telah rusak di kampungnya. Mbah Darma menyuruh Arun untuk memgajak Kenar dan Ligar, teman masa kecil Arun, menghidupkan kembali Masjid Bil Haq. Mereka berhasil. Masjid Bil  Haq menjadi ramai dengan banyak orang-orang sholat berjamaah dan mengaji. Konflik batin Arun terhadap Astami menemukan titik terang di akhir cerita.

Novel ini sangat bagus untuk dikoleksi. Warna sampul hijau dengan perpaduan warna merah dan putih sangat manis untuk menghiasi rak buku. Novel setebal 274 ini sangat nyaman dibaca dan dibawa kemana-mana. Meskipun tebal, pembaca tidak perlu khawatir halaman-halamannya akan lepas. Sayangnya, novel ini masih banyak ejaan kata yang salah walaupun tidak mempengaruhi isi cerita. Tidak ada kata pengantar, ucapan terima kasih, atau halaman persembahan dari penulis menambah daftar minus dari novel ini. Namun demikian, konflik-konflik yang ada dalam novel ini benar-benar ciamik dan mencerminkan kondisi masyarakat kita saat ini. Penulis novel ini, seorang lulusan pondok pesantren, sangat lihai memadupadankan konflik pemahaman agama, masyarakat, dan konflik batin Arun menjadi sebuah cerita yang tidak boleh ditinggalkan begitu saja.

Wahyuni Mulatsih
Peserta Workshop Dio Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar