Guru
– Guru tanpa Ilmu
Tidakkah malu?
Kelalaian jadi
jiwamu, kemalasan jadi langkahmu
Ambisi jadi asamu, dan kepercayaan akan Tuhan tak lagi menghampiri
hatimu
Kau biarkan murid – muridmu meniru,
Meski tak ada mata mereka menjumpa
Tapi apa yang ada di dasar menyalurkannya
Ruhiyah itu menular, merembes pada kulit ari
Menelisik perlahan menuju pusat keseimbangan
Bukan di akal bermuara, qolbu lah merasa
Ada yang salah, tapi apa?
Kadang murid tak sadar akan ini
Membatu tak lagi tau
Kebenaran di sisi mana?
Sudah jelas di sisi Robbnya
Hanya saja tak lagi ingat pada hakikat
Rusaknya jiwa tumpulnya akhlak telah mencidera
Taklid buta, hingga guru biadab pun jadi uswahnya
Sampai sini, salah siapa?
Kubilang ini salah bersama, guru yang tak tahu malu
Pun pada murid yang tak pernah mau tahu
Guru tak tahu malu,
Ada murid yang berhak atas ilmumu
Bersihnya hati, tulusnya jiwa, baiknya adab, murninya tauhid
Dan kau!
Duhai murid – murid kasihanlah dikau
Bukankah sudah dibilang dari Rosulnya,
Carilah ilmu ikhlaskan niat
Berhati hatilah dalam berguru
Dari siapa itu ilmu itu ada, dari mana gurunya, dari jalur apa
Jua mintalah petunjuk dari yang Maha Kuasa
Agar terang dalam perjalanan, agar sampai pada tujuan,
Serta menuju keabadian dalam keadaan iman
Mei, 2020
Guru – Guru dengan Ilmu
Ada temu di pintu rindu
sosok layak menghadap khalayak
mendayung sampan menuju lautan
tanpa paksa tanpa cela
Lembut hati menyelimuti
sinar iman menerangi
syariat tepatri tiap laku
adab dan ilmu saling menyatu
Ia tak butuh dikenal, meniti waktu penuh khidmat
Pada titik lurus kordinat, ridho ilahi yang ia cari
Baginya tak ada yang perlu diminta
Cukup satu, tanpa dua
Terjaganya jiwa, berteguh jadi pelayan
Untuk perindu samudra keilmuan
Tentang kisah di ujung sejarah
Terngiang dalam setiap pejalan langkah
tampak sebuah mata penuh luka
bukan derita, tapi mengangga
bukan bekas robekan atau sayatan
Ia tumbuh di kedalaman serakah
pada kotornya hati
pada tingginya harapan akan ambisi
pada ekpektasi jabatan tanpa henti
lantas apalagi yang ia cari?
Dunia bukan lagi pengembaraan,
hanya permainan dan kehinaan
bila tak pernah mengerti hakikat bahagia
Adakah cinta tumbuh di sana?
sampai poros bumi berhenti,
hidup kepura – puraan lagi sia-sia
menuju pencipta tak lagi ingat
menuju siapa lagi kan berpulang?
akankah pada iblis – iblis durhakamu?
yang mencari tumbal kemaksiatan
tuk jadi teman minum darah nanah
pun bara api menyala tanpa pernah jeda
Pada Masa Manusia
Lekat lekat langit biru
Awan putih lantas berpadu
Kombinasi cakrawala membahana
Cerita manusia kian bermacam saja
Peliknya hidup
Kamilnya duka
Elok masa hadapinya
seperti halnya corona
Sabar peluh kutunggu berlalu
hanya saja, semua terasa begitu lama
Riuh Asa Telah Tiba
Heningnya malam mengganti cerita hari ini
Di penghujung Ramadhan
Riuhku berganti asa
Nyatanya hening doa mampu mengganti kisah
Menyibak dalam dalam makna hikmah
Sudah dua puluh hari berlalu
Ibadahku masih kaku
Lidahku masih kelu tuk bersegera membaca kalam-Nya
Duh Rabbku, ampuni hambamu
Terlalu sibuk manisnya dunia fana
Terlalu asyik meramu hal lain bekal
Barulah sadar, waktu tinggal sebentar
Tentang penulis:
Dwi Sulastri, lahir di Boyolali 8 November
1999. Aktivitas saat ini belajar dan mengajar di salah satu pesantren Boyolali.
FB : chieput IG : @chieputdwi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar