Lembah Penyair
Ketika
penyair berjalan mengalahkan lembah
kumbang-kumbang
berbaris di bawah sepatu.
Luka
matahari semakin mengisi hari-hari yang sedih.
Penyair
berjalan mundur ke arah perpustakaan
membaca
riwayat hidup penulis yang terkubur.
Syair-syair
tidak mewakili rasa untuk raja,
orang
yang angkuh dan kehilangan kata-kata.
Kebijaksanaannya
luntur seketika
berhadapan
dengan penari panggilan yang panas
membakar
menara kerajaan.
Pati, 23 Maret 2020
Anggur dan Burung
Tengah
malam suara burung membawa cangkir pertobatan
melepaskan
anggur-anggur serta vas minuman,
ke
tanah terbaring segala yang telah bersandiwara.
Bersuaralah
seluruh yang di dalam lautan dengan uap air
di
daratan yang merangkak di rumput-rumput dan kaktus biru
di
udara yang masih berkuda memacu awan
mengendarai
malam setiap dini hari
lewat
tengah malam sampai pagi menjelma.
Suara
burung pelatuk menebang kayu-kayu di hutan larangan
memukulkan
kakinya yang kandas dari pasir sebab hujan
menyisakan
anggur-anggur terbaring pada tanah.
Pati, 26 Maret 2020
Aku juga Seorang Ilmuwan, Filsuf, dan Penyair
Dapatkah
aku tulis ilmu perbintangan untuk mengetahui bulan-bulan dalam setiap tahun
bahwa
telah berlalu meninggalkan hari-hari yang fana serta lelah
setiap
malam bekerja tanpa henti.
Tanpa
tidur mataku merah dan lelah setiap itu,
Setelah
pagi aku lalu mengisi buku logaritma dengan logika dan fakta
buat
menemukan kesimpulan segala pemecahan ujung masalah yang rumit.
Setelah
Omar Kayyam membintangi nama-nama bintangnya di luar bumi
serta
mengumpulkan Rubaiyat syair-syairnya yang berkesan teologi
kini
entah waktu meninggalkan peluru pada mata pembaca
melepaskan
anak panah pada perasaan pembaca.
Kata-kata
tak pernah usai setelah menjadi perlawanan dan bidang pengetahuan.
Ilmu-ilmu
diajarkan melalui lisan-lisan perawi alim yang pandai.
Sebagai
diwan, penyair mesti banyak akal.
Aku
juga telah membintangi nama-nama jurnalku
dari
hasil ilmiah segala ilham kesimpulan
mencetus
kisah-kisah dan nama agung.
Pati, 26 Maret 2020
Aku dari East City
Angin
keramas dari lembah barat
turun
bermukim di lembah ngarai.
Ufuk
timur yang bersemi
memberi
wajah dunia yang erang,
membuang
aku jauh dari tanah kelahiran
dari
buah hati kesayanganku
seperti
kerikil yang terlempar ke eropa.
Berderai
di kaki bumi,
berpijak
pada purnama muda
belum
sepenuhnya terlahir ke langit.
Memeluk
orang-orang yang berjaga
takut
akan terlahir dari dosa lagi.
Kini
aku utuh dengan fitrah.
Sebagai
penyair sayapku mekar,
ditenung
alam mencengkeram penaku
menoreh
tinta di lubuk lautan.
Rumpun
ilalang yang tumbuh merendah
menyakiti
rambut-rambut mahkotaku
seperti
melahirkan anak kata
berdawai
dengan citra-citraku.
Seperti
Andalusia,
ingat
saja aku sebagai penyair
memintal
dawan dan syair dari kerang
menuju
sampan meretas layar
menuju
mata angin menerbangkanku.
27 Maret 2020
Biodata Penulis :
Muhammad Lutfi, adalah seorang sastrawan Indonesia yang
lahir di Pati, pada tanggal 15 Oktober 1997. Merupakan putra dari Slamet Suladi
dan Siti Salamah yang menyelesaikan S-1 Sastra Indonesia di UNS Surakarta. Yang
sudah memiliki banyak prestasi dan pencapaian, juga penghargaan di bidang
sastra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar