Pandemi COVID-19 nyatanya berdampak
pada berbagai bidang kehidupan. Salah satunya berdampak pada bidang ekonomi
masyarakat. Banyak masyarakat yang pendapatannya menurun bahkan ada yang
kehilangan pekerjaan karena di-PHK. Di sisi lain, ada yang memanfaatkan moment
pandemi ini untuk meraup keuntungan fantastis, misalnya menjual masker dengan
harga selangit. Sungguh ironis sekali.
Pada saat ini, Pemerintah Indonesia
turun tangan dengan memberikan paket
bantuan sembako, bantuan sosial tunai, dan bantuan langsung tunai dari dana
desa bagi warga yang terdampak pandemi COVID-19 secara langsung.
Sebenarnya siapa yang pantas menerima bantuan tersebut? Kalau masalah
terdampak, mungkin semua orang terdampak termasuk pengusaha, pekerja seni,
karyawan, dll. Namun, kita di sini membahas tentang ketepatan penerimaan bantuan
tersebut jika bantuan tersebut tidak bisa dibagikan secara merata. Menurut
sumber yang valid, calon penerima
bantuan sosial COVID-19 tidak terdaftar
sebagai penerima bantuan sosial (bansos) lain dari pemerintah pusat. Ini
berarti calon penerima BLT dari Dana Desa tidak menerima Program Keluarga
Harapan (PKH), Kartu Sembako, Paket Sembako, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
hingga Kartu Prakerja.
Apa mungkin keluarga yang terpandang
kaya di desa mendapat bantuan tersebut? Sedangkan masih banyak keluarga
kekurangan yang nyatanya luput dari berbagai macam bantuan yang hingga kini
hanya diam seribu bahasa. Kemudian, nama-nama penerima bantuan sosial tersebut
tidak terbuka secara transparan. Semua elemen organisasi di tingkat desa tidak
diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan. Masyarakat jadi bertanya-tanya
tentang hak dan keadilan yang diabaikan. Hanya karena ada permainan tidak fair di belakang yang akhirnya
menimbulkan kecurigaan dan kecenderungan sosial.
Dalam menulis artikel ini, saya
melakukan riset ke beberapa responden di beberapa daerah dan mencari sumber
informasi yang valid. Mereka bercerita tentang keadaan bantuan di desanya masing-masing.
Bahkan, ada yang mengibaratkan bantuan tersebut seperti ‘hantu’, tak ada yang
mengetahui secara pasti arah bantuan tersebut. Ternyata beberapa desa juga
memiliki nasib yang sama tentang tidak adanya transparansi data penerima
bantuan COVID-19.
Apa negeri ini memang hobi membuat
lelucon? Sehingga permasalahan seperti ini luput diperbincangkan dan sering
diabaikan. Padahal keadilan harus ditegakkan. Giliran komedian berbicara, malah
ditanggapi dengan serius. Apa memang keadilan hanya bisa didapatkan oleh
kaum-kaum berduit dan birokrat saja?
Terakhir, kita hanya bisa berdo’a
yang terbaik saja terkait masa pandemi sekarang ini. Diharapkan virus corona
segera pergi agar perekonomian menjadi stabil kembali. Bagi masyarakat yang
belum mendapatkan bantuan dari pemerintah, semoga segera mendapatkan rezeki
yang melimpah dari Allah untuk tetap mempertahankan kehidupan. Tak perlu
berharap banyak dari pemerintah jika birokrasi masih bermasalah sampai tingkat
paling rendah. Bukankah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah?
Semoga kita semua termasuk kaum-kaum tangan di atas yang begitu ringan
memberikan bantuan kepada sesama yang membutuhkan. (Rinz Yuumeina Ryuri - FLP Pati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar